A. Sistem Informasi Pemasaran
Raymond Mcleod, Jr. (1998:448) yang dialih bahasakan oleh Hendra
Teguh, terdapat tiga komponen fungsional utama dalam Sistem Informasi
Pemasaran, yaitu diantaranya adalah : Subsistem Input, Database dan Subsistem
Output.
1. Subsistem Input Sistem Informasi Pemasaran
Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:448) yang dialih bahasakan
oleh Hendra Teguh, Sistem Informasi Pemasaran dapat dibagi menjadi tiga bagian
yang terdiri dari :Sistem Informasi Pemasaran (Marketing Information System) terdiri dari tiga subsistem input,
yaitu : Sistem Informasi Akuntansi, Sistem Penelitian Pemasaran, dan Sistem
Intelijen Pemasaran. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Sistem Informasi Akuntansi
Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan
dasar pengambilan keputusan yang tepat. Raymond Mcleod, Jr. (1998:451) yang
dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, bentuk data dalam Sistem Informasi
Akuntansi adalah sebagai berikut : (1) Data untuk persiapan laporan periodik,
(2) Data untuk persiapan laporan khusus dan (3) Data untuk model matematika dan
sistem pakar.
b. Sistem Penelitian Pemasaran
Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:452) yang dialih bahasakan
oleh Hendra Teguh, penelitian pemasaran dapat digunakan untuk mengumpulkan data
sebagai berikut: (a) Penelitian pemasaran untuk mengumpulkan data skunder dan
(b) Penelitian pemasaran untuk mengumpulkan data primer.
c. Sistem Intelijen Pemasaran
Menurut Booz, Allen, dan Hamilton (2003:31) yang dialih
bahasakan oleh Djaslim Saladin, menjelaskan pengertian sistem intelijen
pemasaran adalah sebagai berikut: Sistem intelijen pemasaran adalah seperangkat
prosedur dan sumber yang digunakan para manajer untuk memperoleh informasi
mengenai perkembangan yang berkaitan dalam lingkungan pemasaran. Dalam sistem
intelijen pemasaran para manajer mengamati lingkungan melalui empat cara yaitu:
(1) Pengamatan tidak terarah, (2) Pengamatan bersyarat, dan (3) Penyelidikan
informal. Penyelidikan formal, yaitu suatu usaha yang sengaja dan biasanya
mengikuti suatu rencana, prosedur, atau metodologi yang ditetapkan sebelumnya
untuk memperoleh informasi spesifik.
2. Database Sistem Informasi Pemasaran
Ir. Harianto Kristanto (1994:3), mendefinisikan database sebagai
berikut: Database adalah kumpulan file-file yang mempunyai kaitan antara satu
file dengan file lain, yang membentuk satu bangunan data untuk menginformasikan
satu perusahaan, instansi dalam batasan tertentu.
a. Isi Database
Data Base Manajemen Sistem (DBMS) memuat beberapa bentuk
pengamanan, pemakai akhir dapat gagal untuk mengimplementasikannya atau
mengimplementasikannya secara keliru. Menurut Jogianto (2003:239), database
pemasaran dibentuk dari input yang dimasukan kedalam sistem ini, isi dari database
pemasaran adalah :Data keuangan pemasaran, Data riset pemasaran dan Data
intelijen pemasaran.
b.Perangkat Lunak Database
Sekarang ini perkembangan DBMS menerapkan struktur nasional
Microsoft Access adalah suatu contoh sistem manajemen database
relasional untuk kompter mikro. Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:261)
yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh , menjelaskan bahwa perangkat lunak
yang menetapkan dan memelihara integrasi logis antar file, baik ekspilit maupun
eksplisit disebut sistem manajemen database
atau DBMS.
3.Subsistem
Output Sistem Informasi Pemasaran
Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:448) dialih
bahasakan oleh Hendra Teguh, menjelaskan subsistem output yaitu : Subsistem
output mengarahkan kebutuhan informasi dari empat unsur bauran pemasaran
(produk, tempat, promosi, dan harga), ditambah integrasi keempatnya, yaitu:
a. Subsistem Produk
Menurut Booz, Allen, dan Hamilton (2003:121) dialih
bahasakan oleh Drs. Djaslim, menjelaskan enam golongan produk baru diantaranya
adalah sebagai berikut : Produk baru bagi dunia, Line produk baru, Tambahan line
produk yang sudah ada, Merevisi produk yang sudah ada, Penempatan kembali dan Penekanan
biaya.
b. Subsistem Tempat
Suatu sistem saluran yang menginginkan informasi mengalir
bebas diantara banyak perbankan syariah dapat memberikan suatu keunggulan atas
sistem saingan yang tidak memiliki kemampuan itu. Contohnya adalah menggunakan
EDI (electronic data interchange) untuk membangun hubungan antara
perbankan syariah dengan organisasi lain.
c.
Subsistem Promosi
Pengertian promosi menurut Philip Kotler (1998:114) yang
dialih bahasakan oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli, adalah: Promosi adalah
berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan
produknya pada dasar sasaran. Adapun alat promosi yang digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Alat promosi konsumen yang terdiri
dari sampel, penawaran pengembalian uang,
hadiah percobaan gratis, jaminan
produk, dan promosi kerjasama.
- Alat promosi dagang yang terdiri dari potongan harga, tunjangan barang gratis.
c. Alat promosi bisnis yang terdiri dari pameran dan
konvensi dagang, kontes
penjualan, dan periklanan bidang khusus.
d. Subsistem Harga
Definisi harga menurut Philip Kotler
dan Gery Amstrong (2001:430) yang diterjemahkan oleh Alexander Sindoro adalah Harga dalam arti sempit adalah jumlah uang
yang ditagihkan untuk sesuatu produk atau jasa. Dalam arti luas harga adalah
jual nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan
produk atau jasa. Sebaliknya Menurut Philip Kotler (2001:638) diterjemahkan oleh
Ancella Anitawati Hermawan, mengungkapkan bahwa suatu perusahaan dapat mengejar
enam tujuan melalui penetapan harga, yaitu: Memilih tujuan penetapan harga, menentukan
Permintaan, Memperkirakan biaya, Menganalisa harga dan penawaran pesaing dan Memilih
metode penetapan harga.
e. Subsistem Bauran Terintegrasi
Subsistem bauran terintegrasi mendukung manajer, pada saat
unsur-unsur bauran pemasaran yang dikombinasikan dalam membentuk strategi
tertentu. Subsistem bauran terintegrasi yang memungkinkan manajer untuk
mengembangkan strategi yang mempertimbangkan dampak gabungan dari unsur-unsur
tersebut.
B. Efektivitas Pembiayaan Al-Murabahah
1. Pengertian Pembiayaan Al
Murabahah
Pengertian perbankan menurut Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 tentang
pengertian Bank, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Sedangkan yang dimaksud
dengan prinsip syariah pada Pasal 1 Butir 13 Undang-Undang tersebut dijelaskan
sebagai berikut :
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Salah satu jenis penyaluran dana dari bank syariah yang mempergunakan
prinsip jual beli adalah pembiayaan al-murabahah. Saat ini, jenis transaksi
al-murabahah ini sangat dominan dijalankan oleh lembaga keuangan syariah. Baik
bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah (BPRS), Cabang Syariah pada
bank konvensional, maupun baitul maal wat tamwil (BMT). Selanjutnya pinjaman
dana kepada anggota disebut juga pembiayaan. Pembiayaan adalah suatu fasilitas
dari bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana
yang telah dikumpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang surplus dana. Diantara
pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh bank syariah maupun lembaga
keuangan Islam lainnya adalah pembiayaan al-murabahah. Menurut Muhammad, dalam
bukunya Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam (2002:22) menyatakan
bahwa :
Pembiayaan al-murabahah adalah
pinjaman berakad jual beli. Pembiayaan al-murabahah pada dasarnya merupakan
kesepakatan antara bank Islam sebagai pemberi modal dan nasabah (debitur)
sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan Ba’iu
Bithaman Ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayar pada saat jatuh
tempo pembeliannya.
2. Jenis Pembiayaan Al-Murabahah
Secara konsep bank syariah dapat menjalankan usaha supermarket atau
perdagangan yang dijalankan dengan prinsip al-murabahah. Untuk memberikan
gambaran yang jelas tentang cakupan transaksi al-murabahah dapat dilihat dalam
gambaran sebagai berikut :
Al-Murabahah dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (1) Al-Murabahah tanpa pesanan, adalah ada yang pesan atau tidak,
ada yang beli atau tidak, bank syariah
menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada al-murabahah ini tidak
terpengaruh atau terkait langsung dengan ada atau tidak adanya pesanan atau
pembeli. (2) Al-Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah baru akan
melakukan transaksi al-murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang
memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Sebaliknya
Al-Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, (a)
Al-Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat, maksudnya apabila telah
dipesan harus dibeli, dan (b) Al-Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat
tidak mengikat, maksudnya walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah
tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
a. Jenis
Al-Murabahah Tanpa Pesanan
Salah satu jenis
al-murabahah adalah al-murabahah tanpa pesanan, maksudnya jual beli
al-murabahah tidak dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak, sehingga
penyediaan barang, dilakukan sendiri oleh bank syariah dan dilakukan tidak
terkait dengan jual beli al-murabahah sendiri. Ilustrasi transaksi al-murabahah
tanpa pesanan dapat dijelaskan dengan gambar berikut :
1.
Pada prinsipnya, dalam transaksi
al-murabahah pengadaan barang menjadi tanggungjawab bank syariah sebagai
penjual. Dalam al-murabahah tanpa pesan, bank syariah menyediakan barang atau
persediaan barang yang akan diperjual belikan dilakukan tanpa memperhatikan ada
nasabah yang akan membeli atau tidak, contohnya bank menyediakan barang atau
jasa seperti : Pembiayaan Pembelian Rumah (PPR) dan Pembiayaan Pembelian
Kendaraan Bermotor (PPKB). Sehingga proses pengadaan barang dilakukan sebelum
transaksi jual beli al-murabahah dilakukan.
b. Jenis Al-Murabahah Berdasarkan Pesanan
Pengertian al-murabahah berdasarkan pesanan adalah suatu penjualan
dimana dua pihak atau lebih bernegosiasi dan berjanji satu sama lain untuk
melaksanakan suatu kesepakatan bersama, dimana pemesan (nasabah) meminta bank
untuk membeli asset yang kemudian dimiliki secara sah oleh pihak kedua. Janji
pemesan di dalam al-murabahah berdasarkan pesanan, bisa bersifat mengikat dan
bisa bersifat tidak mengikat. Para fuqaha salaf menyepakati mengenai
bolehnya penjualan ini, dengan mengatakan bahwa pemesan tidak mesti terikat
untuk memenuhi janjinya. Alur al-murabahah berdasarkan pesanan dapat digambarkan
sebagai berikut :
Dalam al-murabahah berdasarkan
pesanan, baru melakukan pengadaan barang dan melakukan transaksi jual beli
al-murabahah setelah ada nasabah ada yang memesan untuk membeli. Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) menjelaskan
aturan dari al-murabahah berdasarkan pesanan sebagai berikut :
1. Al-murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat, dengan aturan
antara lain :
2.Al-murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak mengikat,
dengan aturan antara lain
Penjualan dengan pembayaran tangguh bukan
merupakan syarat al-murabahah atau al-murabahah berdasrkan pesanan, meskipun
jumlahnya dominan dalam transaksi. Oleh karena itu penjualan al-murabahah
atau al-murabahah berdasarkan pesanan bisa tunai. Apabila bank syariah
melaksanakan pembiayaan al-murabahah berdasarkan pesanan, terdapat
beberapa resiko yang terkandung dalam transaksi tersebut, yaitu diantaranya adalah
sebagai berikut: (1) Al-Murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak
mengikat dan (2) Al-Murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat
3. Tahap-Tahap Tembiayaan Al-Murabahah
Dalam transaksi jual beli al-murabahah, yang dilakukan oleh bank
syariah dengan nasabah, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a.
Nasabah melakukan negosiasi atau
tawar-menawar keuntungan dan menentukan syarat pembayaran dan barang sudah
berada ditangan bank syariah.
b.
Apabila kedua belah pihak sepakat,
tahap selanjutnya dilakukan akad untuk transaksi jual beli al-murabahah
tersebut.
c.
Tahap berikutnya bank syariah
menyerahkan barang yang diperjual belikan (yang diserahkan dari penjual ke
pembeli adalah barang).
d.
Setelah penyerahan barang,
pembeli atau nasabah melakukan pembayaran harga jual barang dan dapat dilakukan
secara tunai atau dengan tangguh.
4. Syarat Pembiayaan Al-Murabahah
Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Menurut Muhammad (2000:22) dalam bukunya Sistem dan
Prosedur Operasional Bank Syariah, mendefinisikan Al-Murabahah adalah
sebagai berikut: Murabahah merupakan satu bentuk perjanjian jual beli
yang harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam Muamalah
Islamiyah. Al-Murabahah merupakan
salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian jual beli. Seorang nasabah
yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesian utangnya dalam Al-Murabahaini.
Bila seorang menunda penyelesaian utang tersebut, pembeli dapat mengambil
tindakan yaitu mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan
mengklaim kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan. Tapi, jika pemesan
yang terutang dianggap pailit dan gagal menyelesaikan utangnya karena
benar-benar tidak mampu secara ekonomis dan bukan karena lalai, koordinator
(bank) harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali.
5. Ketentuan Pembiayaan Al-Murabahah
Dalam melaksanakan transaksi al-murabahah, ketentuan atau aturan yang
perlu diperhatikan yaitu ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan
Ketentuan dalam Bank Indonesi yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia maupun
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Beberapa ketentuan umum
pembiayaan Al-Murabahah adalah sebagai berikut :Jaminan, Hutang dalam
al-murabahah Kepada Pemesan Pembeli (KPP), Penundaan pembayaran oleh debitur
mampu dan Bangkrut.
6. Tujuan dan Resiko Pembiayaan Al-Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai’ al-murabahah
memiliki beberapa tujuan, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Tujuan
pembiayaan al-murabahah kepada pemesan pembeli (KPP) adalah sebagai berikut :
a)
Mencari pengalaman, suatu pihak
yang berkontrak (pemesan pembeli) meminta pihak lain (pembeli) untuk membeli
sebuah asset.
b)
Mencari pembiayaan, dalam operasi
perbankan syariah, motif pemenuhan pengadaan asset atau modal kerja merupakan
alasan utama yang mendorong datang ke bank.
1.
Selain itu, sistem bai’
al-murabahah juga sangat sederhana. hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya di bank syariah. Bank syariah dengan fasilitas al-murabahah
dapat membiayai nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan
perdagangan. Secara umum, aplikasi perbankan dari bai’ al-murabahah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini :