Minggu, 26 Januari 2014

sistem informasi pemasaran

A. Sistem Informasi Pemasaran
Raymond Mcleod, Jr. (1998:448) yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, terdapat tiga komponen fungsional utama dalam Sistem Informasi Pemasaran, yaitu diantaranya adalah : Subsistem Input, Database dan Subsistem Output.
1. Subsistem Input Sistem Informasi Pemasaran
Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:448) yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, Sistem Informasi Pemasaran dapat dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari :Sistem Informasi Pemasaran (Marketing Information System) terdiri dari tiga subsistem input, yaitu : Sistem Informasi Akuntansi, Sistem Penelitian Pemasaran, dan Sistem Intelijen Pemasaran. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Sistem Informasi Akuntansi
Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan yang tepat. Raymond Mcleod, Jr. (1998:451) yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, bentuk data dalam Sistem Informasi Akuntansi adalah sebagai berikut : (1) Data untuk persiapan laporan periodik, (2) Data untuk persiapan laporan khusus dan (3) Data untuk model matematika dan sistem pakar.
b. Sistem Penelitian Pemasaran
Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:452) yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, penelitian pemasaran dapat digunakan untuk mengumpulkan data sebagai berikut: (a) Penelitian pemasaran untuk mengumpulkan data skunder dan (b) Penelitian pemasaran untuk mengumpulkan data primer.
c. Sistem Intelijen Pemasaran
Menurut Booz, Allen, dan Hamilton (2003:31) yang dialih bahasakan oleh Djaslim Saladin, menjelaskan pengertian sistem intelijen pemasaran adalah sebagai berikut: Sistem intelijen pemasaran adalah seperangkat prosedur dan sumber yang digunakan para manajer untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan yang berkaitan dalam lingkungan pemasaran. Dalam sistem intelijen pemasaran para manajer mengamati lingkungan melalui empat cara yaitu: (1) Pengamatan tidak terarah, (2) Pengamatan bersyarat, dan (3) Penyelidikan informal. Penyelidikan formal, yaitu suatu usaha yang sengaja dan biasanya mengikuti suatu rencana, prosedur, atau metodologi yang ditetapkan sebelumnya untuk memperoleh informasi spesifik.
2. Database Sistem Informasi Pemasaran
Ir. Harianto Kristanto (1994:3), mendefinisikan database sebagai berikut: Database adalah kumpulan file-file yang mempunyai kaitan antara satu file dengan file lain, yang membentuk satu bangunan data untuk menginformasikan satu perusahaan, instansi dalam batasan tertentu.
a. Isi Database
Data Base Manajemen Sistem (DBMS) memuat beberapa bentuk pengamanan, pemakai akhir dapat gagal untuk mengimplementasikannya atau mengimplementasikannya secara keliru. Menurut Jogianto (2003:239), database pemasaran dibentuk dari input yang dimasukan kedalam sistem ini, isi dari database pemasaran adalah :Data keuangan pemasaran, Data riset pemasaran dan Data intelijen pemasaran.
b.Perangkat Lunak Database
Sekarang ini perkembangan DBMS menerapkan struktur nasional Microsoft Access adalah suatu contoh sistem manajemen database relasional untuk kompter mikro. Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:261) yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh , menjelaskan bahwa perangkat lunak yang menetapkan dan memelihara integrasi logis antar file, baik ekspilit maupun eksplisit disebut sistem manajemen database  atau DBMS.
3.Subsistem Output Sistem Informasi Pemasaran
Menurut Raymond Mcleod, Jr. (1998:448) dialih bahasakan oleh Hendra Teguh, menjelaskan subsistem output yaitu : Subsistem output mengarahkan kebutuhan informasi dari empat unsur bauran pemasaran (produk, tempat, promosi, dan harga), ditambah integrasi keempatnya, yaitu: 
a. Subsistem Produk
Menurut Booz, Allen, dan Hamilton (2003:121) dialih bahasakan oleh Drs. Djaslim, menjelaskan enam golongan produk baru diantaranya adalah sebagai berikut : Produk baru bagi dunia, Line produk baru, Tambahan line produk yang sudah ada, Merevisi produk yang sudah ada, Penempatan kembali dan Penekanan biaya.
b. Subsistem Tempat
Suatu sistem saluran yang menginginkan informasi mengalir bebas diantara banyak perbankan syariah dapat memberikan suatu keunggulan atas sistem saingan yang tidak memiliki kemampuan itu. Contohnya adalah menggunakan EDI (electronic data interchange) untuk membangun hubungan antara perbankan syariah dengan organisasi lain.
c. Subsistem Promosi
Pengertian promosi menurut Philip Kotler (1998:114) yang dialih bahasakan oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli, adalah: Promosi adalah berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya pada dasar sasaran. Adapun alat promosi yang digunakan adalah sebagai berikut :
      a. Alat promosi konsumen yang terdiri dari sampel, penawaran pengembalian uang,
          hadiah percobaan gratis, jaminan produk, dan promosi kerjasama.
  1. Alat promosi dagang yang terdiri dari potongan harga, tunjangan barang gratis.
c. Alat promosi bisnis yang terdiri dari pameran dan konvensi dagang, kontes
    penjualan, dan periklanan bidang khusus.
d. Subsistem Harga
Definisi harga menurut Philip Kotler dan Gery Amstrong (2001:430) yang diterjemahkan oleh Alexander Sindoro adalah  Harga dalam arti sempit adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk sesuatu produk atau jasa. Dalam arti luas harga adalah jual nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Sebaliknya Menurut Philip Kotler (2001:638) diterjemahkan oleh Ancella Anitawati Hermawan, mengungkapkan bahwa suatu perusahaan dapat mengejar enam tujuan melalui penetapan harga, yaitu: Memilih tujuan penetapan harga, menentukan Permintaan, Memperkirakan biaya, Menganalisa harga dan penawaran pesaing dan Memilih metode penetapan harga.
e. Subsistem Bauran Terintegrasi
Subsistem bauran terintegrasi mendukung manajer, pada saat unsur-unsur bauran pemasaran yang dikombinasikan dalam membentuk strategi tertentu. Subsistem bauran terintegrasi yang memungkinkan manajer untuk mengembangkan strategi yang mempertimbangkan dampak gabungan dari unsur-unsur tersebut.

B. Efektivitas Pembiayaan Al-Murabahah
1. Pengertian Pembiayaan Al Murabahah
Pengertian perbankan menurut Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 tentang pengertian Bank, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah pada Pasal 1 Butir 13 Undang-Undang tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Salah satu jenis penyaluran dana dari bank syariah yang mempergunakan prinsip jual beli adalah pembiayaan al-murabahah. Saat ini, jenis transaksi al-murabahah ini sangat dominan dijalankan oleh lembaga keuangan syariah. Baik bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah (BPRS), Cabang Syariah pada bank konvensional, maupun baitul maal wat tamwil (BMT). Selanjutnya pinjaman dana kepada anggota disebut juga pembiayaan. Pembiayaan adalah suatu fasilitas dari bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang surplus dana. Diantara pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh bank syariah maupun lembaga keuangan Islam lainnya adalah pembiayaan al-murabahah. Menurut Muhammad, dalam bukunya Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam (2002:22) menyatakan bahwa :
 Pembiayaan al-murabahah adalah pinjaman berakad jual beli. Pembiayaan al-murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan antara bank Islam sebagai pemberi modal dan nasabah (debitur) sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan Ba’iu Bithaman Ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayar pada saat jatuh tempo pembeliannya.

2. Jenis Pembiayaan Al-Murabahah
Secara konsep bank syariah dapat menjalankan usaha supermarket atau perdagangan yang dijalankan dengan prinsip al-murabahah. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang cakupan transaksi al-murabahah dapat dilihat dalam gambaran sebagai berikut :
Al-Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) Al-Murabahah tanpa pesanan, adalah ada yang pesan atau tidak, ada yang beli  atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada al-murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada atau tidak adanya pesanan atau pembeli. (2) Al-Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah baru akan melakukan transaksi al-murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Sebaliknya Al-Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, (a) Al-Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat, maksudnya apabila telah dipesan harus dibeli, dan (b) Al-Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat tidak mengikat, maksudnya walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
a. Jenis Al-Murabahah Tanpa Pesanan
Salah satu jenis al-murabahah adalah al-murabahah tanpa pesanan, maksudnya jual beli al-murabahah tidak dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak, sehingga penyediaan barang, dilakukan sendiri oleh bank syariah dan dilakukan tidak terkait dengan jual beli al-murabahah sendiri. Ilustrasi transaksi al-murabahah tanpa pesanan dapat dijelaskan dengan gambar berikut :
1.      Pada prinsipnya, dalam transaksi al-murabahah pengadaan barang menjadi tanggungjawab bank syariah sebagai penjual. Dalam al-murabahah tanpa pesan, bank syariah menyediakan barang atau persediaan barang yang akan diperjual belikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah yang akan membeli atau tidak, contohnya bank menyediakan barang atau jasa seperti : Pembiayaan Pembelian Rumah (PPR) dan Pembiayaan Pembelian Kendaraan Bermotor (PPKB). Sehingga proses pengadaan barang dilakukan sebelum transaksi jual beli al-murabahah dilakukan.
b. Jenis Al-Murabahah Berdasarkan Pesanan
Pengertian al-murabahah berdasarkan pesanan adalah suatu penjualan dimana dua pihak atau lebih bernegosiasi dan berjanji satu sama lain untuk melaksanakan suatu kesepakatan bersama, dimana pemesan (nasabah) meminta bank untuk membeli asset yang kemudian dimiliki secara sah oleh pihak kedua. Janji pemesan di dalam al-murabahah berdasarkan pesanan, bisa bersifat mengikat dan bisa bersifat tidak mengikat. Para fuqaha salaf menyepakati mengenai bolehnya penjualan ini, dengan mengatakan bahwa pemesan tidak mesti terikat untuk memenuhi janjinya. Alur al-murabahah berdasarkan pesanan dapat digambarkan sebagai berikut :
Dalam al-murabahah berdasarkan pesanan, baru melakukan pengadaan barang dan melakukan transaksi jual beli al-murabahah setelah ada nasabah ada yang memesan untuk membeli. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) menjelaskan aturan dari al-murabahah berdasarkan pesanan sebagai berikut :
1.      Al-murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat, dengan aturan antara lain :
2.Al-murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak mengikat, dengan aturan antara lain
Penjualan dengan pembayaran tangguh bukan merupakan syarat al-murabahah atau al-murabahah berdasrkan pesanan, meskipun jumlahnya dominan dalam transaksi. Oleh karena itu penjualan al-murabahah atau al-murabahah berdasarkan pesanan bisa tunai. Apabila bank syariah melaksanakan pembiayaan al-murabahah berdasarkan pesanan, terdapat beberapa resiko yang terkandung dalam transaksi tersebut, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Al-Murabahah berdasarkan pesanan bersifat tidak mengikat dan (2) Al-Murabahah berdasarkan pesanan bersifat mengikat
3. Tahap-Tahap Tembiayaan Al-Murabahah
Dalam transaksi jual beli al-murabahah, yang dilakukan oleh bank syariah dengan nasabah, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a.       Nasabah melakukan negosiasi atau tawar-menawar keuntungan dan menentukan syarat pembayaran dan barang sudah berada ditangan bank syariah.
b.      Apabila kedua belah pihak sepakat, tahap selanjutnya dilakukan akad untuk transaksi jual beli al-murabahah tersebut.
c.       Tahap berikutnya bank syariah menyerahkan barang yang diperjual belikan (yang diserahkan dari penjual ke pembeli adalah barang).
d.      Setelah penyerahan barang, pembeli atau nasabah melakukan pembayaran harga jual barang dan dapat dilakukan secara tunai atau dengan tangguh.
4. Syarat Pembiayaan Al-Murabahah
Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Menurut Muhammad (2000:22) dalam bukunya Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, mendefinisikan Al-Murabahah adalah sebagai berikut: Murabahah merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam Muamalah Islamiyah.  Al-Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian jual beli. Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesian utangnya dalam Al-Murabahaini. Bila seorang menunda penyelesaian utang tersebut, pembeli dapat mengambil tindakan yaitu mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan. Tapi, jika pemesan yang terutang dianggap pailit dan gagal menyelesaikan utangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomis dan bukan karena lalai, koordinator (bank) harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali.
5. Ketentuan Pembiayaan Al-Murabahah
Dalam melaksanakan transaksi al-murabahah, ketentuan atau aturan yang perlu diperhatikan yaitu ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Ketentuan dalam Bank Indonesi yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia maupun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Beberapa ketentuan umum pembiayaan Al-Murabahah adalah sebagai berikut :Jaminan, Hutang dalam al-murabahah Kepada Pemesan Pembeli (KPP), Penundaan pembayaran oleh debitur mampu dan Bangkrut.
6. Tujuan dan Resiko Pembiayaan Al-Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai’ al-murabahah memiliki beberapa tujuan, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Tujuan pembiayaan al-murabahah kepada pemesan pembeli (KPP) adalah sebagai berikut :
a)      Mencari pengalaman, suatu pihak yang berkontrak (pemesan pembeli) meminta pihak lain (pembeli) untuk membeli sebuah asset.
b)      Mencari pembiayaan, dalam operasi perbankan syariah, motif pemenuhan pengadaan asset atau modal kerja merupakan alasan utama yang mendorong datang ke bank.
1.      Selain itu, sistem bai’ al-murabahah juga sangat sederhana. hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah. Bank syariah dengan fasilitas al-murabahah dapat membiayai nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan perdagangan. Secara umum, aplikasi perbankan dari bai’ al-murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :